Menjadi Head of HR sebuah perusahaan dengan lebih dari 5000 karyawan, di usia 25 tahun, tentu bukanlah hal yang mudah. Tetapi itulah tantangan yang telah diambil Kartika Akbaria dengan penuh keberanian. Kini, sekitar 7 tahun kemudian, Kartika duduk mengobrol bersama kami di kantornya yang nyaman di bilangan Radio Dalam Jakarta Selatan.
Sebagai VP People Operations, Tika adalah orang nomor satu untuk segala urusan HR di Kudo, perusahaan teknologi yang kini telah menjadi bagian dari Grab. Ia memimpin 13 orang HR yang mengelola hampir 800 karyawan, termasuk karyawan outsource di daerah-daerah.
Selama 11 bulan di Kudo, Tika berada di tengah pusaran perubahan yang terjadi di tubuh Kudo setelah akuisisi Grab. Setidaknya ada tiga hal yang disebut Tika yang terdampak dari akuisisi itu, yaitu dari sisi organisasi, system, dan culture. Kudo yang merupakan sebuah startup yang sudah biasa bergerak cepat (move fast), kini, meminjam istilah Tika, move even faster.
Sebelum di Kudo, selama 6,5 tahun Tika bekerja di perusahaan logistic nasional JNE. Di sanalah lulusan Teknik Industri ITB dan National Taiwan University of Science and Technology ini pertama kali dipercaya memegang posisi HR. Tidak tanggung-tanggung, ia dipercaya memegang posisi Head of HR, pada saat usianya baru 25 tahun. Di sana ia menjadi bagian dari pertumbuhan JNE. Ketika awal ia memegang komando HR, karyawan di JNE berjumlah sekitar 5,000 karyawan, dan ketika ia meninggalkan JNE di tahun 2016, karyawan JNE berjumlah sekitar 13,000 orang. Tantangan-tantangan dan prestasi di JNE mengantar ibu satu anak ini meraih penghargaan Indonesia Future Leader dari majalah SWA di tahun 2013.
Kini keseharian Tika adalah memastikan karyawan Kudo—yang 95% di antaranya adalah generasi millenials—memberikan yang terbaik untuk pencapaian perusahaan. Tika menjadi partner bagi Senior Leadership Team di Kudo dan HR team di Grab Regional. Di sekitar kami terlihat karyawan-karyawan muda yang sibuk di depan laptop, tetapi ada juga yang sedang berolahraga di gym. Selain target secara people, Tika sebagai pimpinan HR juga memiliki target secara bisnis.
“Yang saya suka di sini adalah, We appreciate effort, but we reward impact,” ujar Tika. Pendekatan HR ini yang dijalankan Tika bersama dengan tim HR Kudo dan Grab.
Seperti halnya yang terjadi di startup lainnya, HR di masa awal lebih sibuk pada urusan rekrutmen dan penggajian saja. Seiring pertumbuhan perusahaan, barulah perusahaan membuat program-program pengembangan dan engagement. Saat ini Tika dan team HR memiliki program engagement untuk seluruh karyawan Kudo, bahkan ada team khusus yang disebut engagement team. Setiap tahun engagement karyawan diukur dalam Happiness Metrix. Tika boleh berbangga bahwa dengan adanya program-program seperti ini turnover rate yang sebelumnya tinggi telah berhasil diturunkan hingga hampir 50%.
Tika mengaku, walaupun suka dengan pace dan culture di startup, banyak juga value yang bisa dibawanya dari dunia korporasi tempat ia bekerja sebelumnya. Mengelola karyawan sebuah startup seperti Kudo tentu sangat berbeda dengan mengelola karyawan perusahaan yang sudah berjalan lama seperti JNE. Tika mengakui bahwa memang butuh waktu untuk beradaptasi dari kultur korporasi ke kultur startup. Pendekatan pengelolaan HR yang harus dilakukan pun berbeda. Pada akhirnya, Tika dapat mengkombinasikan yang terbaik dari dunia korporasi dan dunia startup untuk membantun trust dari karyawan serta para leaders di Kudo.
“Dunia korporasi dan startup dua-duanya ada plus minusnya. Tetapi karena masih awal dan sifatnya sangat dinamis, startup adalah lab experiment yang paling bagus untuk membuat inisiatif-inisiatif di people dan organization,” pungkas Tika.
*Kartika Akbaria akan berbagi pengalaman dan tips mengelola HR di era digital ini dalam DigiHR Meetup 12 Desember 2017 “Managing People in Digital Era” — daftarkan diri Anda di sini.